Venus Bulan Agustus
Oleh: Andrea Juliand
Kisah tentang fajar awal bulan tiga
Tentang mentari yang berpendar jenaka
Sosok Venus dua puluh tiga, duduk bersiap masuk dunia pena
Jiwa yang tenang dibalut awan
Halus, utuh, namun rapuh
Tegar tapi hanya di luar.
Ada apa dengannya?
Pertama kali kulihat senyum ramah khas jannah, namun datar entah mengapa
Seakan kerasnya hidup terpampang di muka
Seperti pahit membekas menahan jiwa
Jiwa yang dulu damai kini teronggok dalam kotak baja.
Riak wajah diam tertahan, senyumnya lembut namun tersimpul
Berusaha ceria sembari menutup luka
Tetap semangat dalam pekat
Lemah, pasrah, namun tabah.
Inikah nonfiksi yang difiksikan, Tuhan?
Yang tertuang dalam ceritanya tentang Jogja
Tentang imaji yang polos namun dalam menghujam
Tentang darah Belanda berpadu Melayu
Tentang sketsa, kertas, dan pena.
Nenek sihir sekaligus ibu peri
Raja tega yang harus sesuai norma
Namun juga sosok yang peduli
Ambil batu, lalu hempaskan.
Dia yang tertutup atau aku salah sangka?
Tentang dara pecinta seni dari Trisakti
Sosok Venus bulan Agustus penikmat visualisasi
Ksatria berasi Leo dengan dunianya sendiri.
Ada dua fajar kami lalui, lewat logika sederhana ala pembaca jiwa
Terlihat biasa namun menancap di hati
Ada idealisme berkawan ego di sana
Pertarungan antara harga diri bercampur marah tapi peduli.
Mada, membuka hati tidak sama dengan menyerahkan
Satu maaf tak akan buatmu jatuh
Pengalaman harus jadi pelajaran.
Ada saatnya kamu harus menerima
Ada waktunya perlu memaafkan
Bukan untuknya, tapi untukmu
Demi bebasnya jiwamu sendiri
Lepaskan tawamu, tawa yang tertahan lebih dari satu hujan dan satu kemarau.
Damailah, tenteramkan diri
Terima bahwa semua ada jalannya
Jalan dari Sang Maha Pembolak-balik Hati.
Ada satu harap bila kita bersua kembali
Ada satu doa yang sederhana
Sesederhana melihatmu bahagia
Tentangmu, pemilik senyum sehalus sutra
Tentang malam yang bercerita jenaka
Tentang sepeda beroda semangka.
Comments