Industri halal merupakan isu yang besar asalnya di daerah dimana Muslim hidup dalam kontek minoritas. Akan tetapi, sesuai dengan perjalanan narasi halal, sekarang ini telah menjadi buah bibir kaum Muslimin dalam kontek mayoritas. Saat ini, kita di Indonesia sering mendengar istilah teman halal, halal kerudung, pakaian halal, makanan halal, kosmetik halal, bahkan ada yang mempertanyakan mengenai refregirator atau TV halal. Kecenderungan seperti ini menunjukkan bahwa pembicaraan halal di kalangan Muslim mayoritas masih pada makna literal, bukan pada makna ekosistem ekonomi yang halal sehingga bisa berbelanja barang dengan uang halal dan hidup nyaman karena bisa memproduksi barang-barang halal.
Industri halal merupakan bisnis yang senilai $2,1 trillions pada tahun 2017 (1). Thomson Reuters and DinarStandar mengeluarkan laporan dalam The State of the Global Islamic Economy Report 2018/19 dengan berfokus pada beberapa halal industry diantaranya: makanan, keuangan, perjalanan, pakaian, media dan hiburan, farmasi, dan kosmetik. Pasar halal ini didominasi oleh Malaysia, United Arab Emirates, Bahrain, dan Saudi Arabia. Indonesia sendiri, menurut Global Islamic Economic Indicatornya menempati nomor sepuluh. Muslims di Indonesia membelanjakan senilai US$218.8 billion. Secara umum dalam kontek umat Islam, tingginya bisnis halal dimotivasi oleh keinginan memenuhi ajaran Islam mengenai makanan yang halal dan juga lifestyle yang baik (thoyyib).
Potensi pengembangan halal industry tetap menjanjikan. Industri halal akan lebih mudah berkembang dengan adanya halal inovasi blockchain dimana barang yang halal labelnya bisa dilacak (1). Misalnya, perusahaan Korean Telecom bekerja sama dengan B-square Lab and the Korea Muslim Federation akan melakukan label halal dengan menggunakan QR Code yang bisa terlacak asal muasal serfitikat halalnya (2). Blockchain sangat penting mengingat belum adanya proses seritikasi halal yang universal. Barang yang sudah tersertifikasi di suatu negara belum tentu sertifikasi nya di terima di negara lain, seperti Indonesia. Keuangan halal (halal finance) juga merupakan salah satu lahan yang menjanjikan. Bentuk transaksi halal telah meningkatkan profile keuntungan perbankan Islam. Distrupsi di bidang perbankan yang konvensional dan munculnya penggunaan aplikasi terutama dikalangan yang muda telah mendorong tingginya volume transaksi dalam perbankan yang Islami (3).
Referensi
1. https://haladinar.io/hdn/doc/report2018.pdf
2. https://www.ledgerinsights.com/korea-telecom-halal-traceability-blockchain/
3. https://www.globenewswire.com/news-release/2019/03/20/1758003/0/en/Global-Islamic-Finance-Markets-Report-2019-Islamic-Banking-is-the-Largest-Sector-Contributing-to-71-or-USD-1-72-Trillion.html
Comments