Media cetak, berita online, dan televisi menghadapi tantangan yang berat dalam masa pandemi. Satu sisi media secara umum berguna dalam menyampaikan informasi, tetapi juga bisa menyebabkan timbulnya misinformasi. Masifnya misinformasi tentang Covid-19 ini kemudian mendorong ketidakpatuhan masyarakat dalam mentaati tata tertib kesehatan. Banyak kalangan meremehkan resiko dan beratnya penyakit akibat Korona virus karena mereka mengkonsumsi berita-berita yang mewacakan virus ini sebagai hoax atau tidak mempercayai penjelasan sain. Di Amerika misalnya, sebagaimana diberitakan oleh News Gallup Report ada istilah “news media diet” yang artinya pengkomsumsian berita yang datang hanya dari satu sumber berita yang disukai dan menganggap informasi dari selain pilihannya dianggap hoax atau tidak bermanfaat (1). Pemilihan media ini kemudian menentukan cara orang berperilaku. Misalnya, berita dari TV maupun radio konservatif memunculkan tendensi untuk meremehkan dampak korona virus dengan tidak memakai masker dan juga tidak mengikuti prosedur berjaga jarak. Situasi ini agak berbeda dengan suasana media di Indonesia. Pemberitaan media tentang virus Korona banyak didominasi oleh polemik politik pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan instansi-instansi terkait, atau informasi juga orang, keluarga, institusi-instutusi, dan kota-kota yang terkena pandemic. Perbedaaan pemberitaan ini sering menyebabkan perbedaan pendapat baik dalam penanganan Covid-19 maupun dalam kebijakannya terutama antar pusat dan pemerintah daerah. Karena pemberitaan tentang Covid-19 ini masih banyak menyisakan simpang siur dan korban pun terus berjatuhan, kontroversi mengenai pemberitaan pandemi Covid-19 ini perlu mendapat perhatian.
Dalam konteks Amerika, kontroversi mengenai pemberitaan pandemi berkaitan dengan perbedaan politik antara Partai Republik dan Demokrat, pemakaian masker, dan politisisasi virus Covid-19. Menurut Pew Research Center yang dilakukan pada bulan Mei 2020, Partai Republik dan Demokrat sama-sama menilai bahwa media memberikan informasi yang bermanfaat bagi pembaca (66%) (2). Namun kedua partai ini berbeda dalam menilai kemanfaatan informasi dan manfaatnya untuk publik. Dalam Tabel dibawah, pembaca yang memiliki orientasi terhadap Partai Demokrat baik yang liberal dan conservatif cenderung melihat manfaat berita, memandang berita lebih akurat, berguna untuk publik, dan membantu negara Amerika dalam pemberitannya. Sementara itu, kalangan yang memiliki orientasi terhadap Partai Republik memiliki kecenderungan untuk melihat media tidak memberikan informasi yang cukup bermanfaat, kurang akurat, hanya ingin mengambil untung, dan menyebabkan musibah semakin buruk di Amerika. Pandangan yang negatif dari kalangan pemirsa berita yang berorientasi Republik bisa disebabkan karena dua hal: pertama, para pemirsa ini mendapat news diet dengan banyak membaca berita dari media yang memang konservatif seperti Fox News (1) and kedua, mereka juga berusaha untuk senantiasa mendukung pernyataan President Trump yang sering mempertentangkan antara penjelasan sain tentang Covid-19 dan pendapat beliau. Dengan adanya persoalan politik kepentingan, berita-berita yang Covid-19 sering disitir menjadi persoalan buka tidaknya kampus, sekolah, restoran, mall, bisnis, dan lain-lainnya. Perpecahan politik Covid ini diperkeruh dengan adanya peningkatan jumlah yang menderita Covid-19 menjadi bertambah setiap harinya. Amerika memiliki jumlah yang terjangkit dan meninggal terbanyak di dunia.
Masalah Covid-19 juga merupakan komoditas politik dalam kontek Indonesia. Pada awalnya perkembangannya, pemerintah Indonesia enggan mengumumkan Indonesia terkena wabah Corona Virus. Menurut rincian Detik.com, pengumuman pertama pada tanggal 2 Maret 2020 menyatakan bahwa ada dua orang yang kena dan itupun ketularan dari orang Jepang (3). Pada tanggal 10 Maret mengumumkan ada satu WNA meninggal RS. Sanglah di Bali dan satu WNI meninggal di RS. Moewardi, Solo diakibatkan oleh Virus Corona. Pada tanggal 13 Maret 2020 pemerintah membuat komite yang menangani Covid. Pada hari berikutnya Gubernur Jakarta memerintahkan untuk sosialisi berjarak dan pengalihan sekolah menjadi online. Pada tanggal 31 Maret 2020, Presiden Jokowi memperlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Baru pada tanggal 13 April 2020 pemerintah menyatakan Covid-19 sebagai bencana nasional, padahal WHO telah sejak 10 Maret meminta Indonesia untuk mengumumkan darurat Nasional. Sampai dengan 2 September 2020, kasus positif Covid-19 mencapai 177.571, yang meninggal 7.505 dan yang sembuh 128.057. Jumlah ini akan terus bertambah karena pelonggaran PSBB yang terlalu dini, masyarakat yang kurang mengindahkan aturan jaga jarak, adanya berita yang menganggap korona virus sebagai hoax.
Pemberitaan media dan sosial media tentang pandemi masih simpang siur. Meningkatnya jumlah kematian setiap harinya baik di Amerika dan Indonesia belum membuat orang jera. Pemakaian masker dan bergaul dengan jaga jarak masih merupakan tantangan bagi banyak orang. Bahkan di Amerika, jelas-jelas Presiden Trump tidak mau memakai masker. Berbeda dengan calon presiden masker. Dengan adanya perbedaan pemakain masker saja, hal ini menjadi bahan politisasi. Belum lagi persoalan pemberitaan hydroxychloroquine and chloroquine di Amerika atau jamu di Indonesia bisa menyembuhkan Covid-19. Misinformasi semacam ini tidak ada matinya dalam pemberitaan media karena banyak sekali sosial media platform yang menyebarkannya. Dengan banyaknya pemberitaan mengenai pandemic ini, pembaca perlu paham simpton, penyebaran, dan prevensi Covid-19. Tanpa pengetahuan yang memadai mengenai virus ini, akan sulit bagi seseorang untuk mendisiplinkan diri dalam menjaga kesehatan pribadi dan orang lain. Informasi adalah pengetahuan terbaik dalam menciptakan keamanan dan kesehatan, pribadi, keluarga, dan masyarakat dari Covid 19.
1. https://news.gallup.com/poll/312749/media-creating-division-covid-health-practices.aspx
2. https://www.journalism.org/2020/05/08/americans-are-more-likely-than-not-to-think-the-news-media-are-fulfilling-key-roles-during-the-coronavirus-outbreak-but-partisans-are-starkly-divided/
3. https://news.detik.com/berita/d-5156199/timeline-setengah-tahun-covid-19-di-indonesia
Comments